Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang Hakikat seorang Hamba / Mengukur Hati. Sebelumnya, kita telah membahas tentang Menata Hati. Banyak dari kita mungkin sering merasa sulit untuk mengekspresikan atau mengartikulasikan perasaan dan pemikiran yang ada di dalam hati. Namun, penting bagi kita untuk menata hati dengan baik dan secara teratur. Dalam hal ini, kami akan membahas mengenai mengukur hati atau nilai hakiki seorang hamba, dan mengapa hal ini penting dalam kehidupan kita sebagai muslim.
Pentingnya Mengukur Hati
Seiring dengan perjalanan kehidupan ini, kita seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit. Dalam simulasi berikut, mari kita bayangkan dua benda yang ada di depan kita. Pertama, ada kertas yang tertuliskan dengan angka besar “100 juta”. Kemudian, ada uang tunai senilai “100.000” rupiah. Jika diminta memilih hanya satu di antara keduanya, pilihan mana yang akan Anda ambil?
Kita mungkin cenderung memilih uang senilai “100.000” rupiah karena nilai nominalnya yang lebih rendah. Namun, mari kita permainkan sedikit situasinya. Mari kita remas-remas uang tersebut hingga menjadi rusak, bahkan mungkin jatuhkan dan injak-injak di bawah kaki kita. Sebagai kontras, kertas yang tertuliskan “100 juta” kita biarkan tetap rapi dan baik-baik saja. Sekarang, dengan situasi yang baru tersebut, pilihan mana yang akan Anda ambil?
Sebagian besar dari kita masih akan memilih uang senilai “100.000” rupiah dan tidak memilih kertas senilai “100 juta” tersebut. Mengapa? Apa yang membuat kita memilih uang yang rusak dan bernilai nominal lebih rendah? Jawabannya bukan karena penampilannya yang kusut atau rusak. Jawabannya adalah karena uang senilai “100.000” rupiah tersebut memiliki isi, sementara kertas senilai “100 juta” kosong.
Mengukur Hati: Ikhlas, Syukur, Sabar, dan Istiqomah
Dalam konteks ini, mengukur hati seorang hamba berarti mengukur sejauh mana hati seseorang memiliki keikhlasan, rasa syukur, kesabaran, dan istiqomah. Mari kita bahas satu per satu.
Ikhlas Lillah
Ketika seseorang menjadikan Allah sebagai satu-satunya harapannya, maka kehidupannya akan diakhiri dengan kebahagiaan. Sebaliknya, jika seseorang mengharapkan hanya kepada manusia, maka ia akan berakhir dengan kekecewaan. Ketika seseorang berbuat ikhlas hanya untuk Allah, hatinya akan menjadi penuh makna dan teguh. Tidak ada tindakan baik yang akan berhenti hanya karena manusia yang mengapresiasi atau tidak.
Syukur dan Sabar
Kehidupan kita seringkali berkecamuk dengan dinamika yang beragam. Terkadang kita dihadapkan pada nikmat dari Allah yang memerintahkan kita untuk bersyukur. Namun, tak jarang kita juga diuji dengan cobaan yang membutuhkan kesabaran. Ada empat hal penting yang harus kita lakukan dalam menjalani kehidupan ini:
- Sabar dalam Taat kepada Allah: Menjaga Ketaatan Kepada-Nya
- Sabar dalam Menolak Maksiat: Berjauhan dari Perbuatan Terlarang dan Durhaka kepada Allah
- Sabar dalam Menghadapi Ujian: Menerima dengan Ikhlas Ujian yang Diberikan Allah
- Sabar dalam Mengampuni: Memberikan Ruang untuk Kesalahan Manusia dan Menghindari Kemarahan yang Tidak Terkendali
Istiqomah
Semua keikhlasan dan kesabaran harus dibungkus dalam konsep yang disebut istiqomah. Istiqomah adalah komitmen